Pages

Kamis, 26 Oktober 2017

HAK CIPTA

 HAK CIPTA


Menurut Undang-undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002, definisi dari kedua kata tersebut adalah sebagai berikut : “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.” “Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.”

 Undang-undang hak cipta pertama kali di Indonesia, yaitu UU No. 6 Tahun 1982, yang kemudian disempurnakan menjadi UU No. 7 Tahun 1987, dan kemudian disempurnakan lagi menjadi UU No. 12 Tahun 1997. Pada tahun 2002, Pemerintah kembali mengeluarkan Undang – Undang Hak Cipta, yaitu UU No. 19 Tahun 2002, dengan penambahan Hak Cipta tentang perangkat lunak. Pasal yang mengatur hak cipta atas perangkat lunak tersebut adalah pasal 15 e yang berbunyi sebagai berikut : “Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non-komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;” tidak melanggar undang-undang.

  1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
  2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  3. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  4. Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  5. Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
  6. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
  7. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
  8. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
  9. Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

KCL (Karya Cipta Indonesia)
Karya Cipta Indonesia adalah  Sebuah wadah kolektif managemen yang berbadan hukum yayasan. Wadah ini sebagai pemegang hak cipta yang dikuasakan oleh Pencipta sebagai pemilik hak cipta sesuai Undang – Undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2014 tentang hak cipta.

ASPILUKI
ASPILUKI dibentuk pada tahun 1990 dan anggotanya adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang peranti lunak (software) dan jasa Teknologi Informasi. ASPILUKI berperan sebagai wadah komunikasi, konsultasi, pembinaan dan koordinasi antar anggota. Membantu pemerintah mengkondisikan suasana yang tepat untuk berkembangnya Karya Cipta dalam bidang piranti lunak dan komputer, yaitu dengan mendukung dan melaksanakan secara konsekuen Undang-undang Hak Cipta

BSA
BSA merupakan sebuah organisasi nirlaba yang didirikan oleh perusahaan piranti lunak di dunia. Dalam kesehariannya, BSA sering melakukan survei mengenai pembajakan peranti lunak. BSA juga sering bekerjasama dengan polisi untuk memberantas pembajakan software.



http://nasional.kontan.co.id/news/asosiasi-produsen-software-digugat
http://kci-lmk.or.id/

Rabu, 18 Oktober 2017

Cyberlaw di Indonesia (Sejarah, Contoh Kasus dan tindak lanjutnya)

Sejarah Cyberlaw di Indonesia


Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.

Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.

Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.


Fokus Cyberlaw Indonesia dibidang Teknologi Informasi


Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi . Dekatnya hubungan antara informasi dan teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan internet. Meskipun infrastruktur di bidang teknologi informasi di Indonesia tidak sebanyak negara-negara lain, namun bukan berarti Indonesia lepas dari ketergantungan terhadap teknologi informasi. Menurut pengamatan penulis setidaknya ada beberapa aspek kehidupan masyarakat di Indonesia yang saat ini dipengaruhi oleh peran teknologi informasi seperti; pelayanan informasi, transaksi perdagangan dan bisnis, serta pelayanan jasa oleh pemerintah dan swasta.

Perkembangan teknologi informasi termasuk internet di dalamnya juga memberikan tantangan tersendiri bagi perkembangan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia di tuntut untuk dapat menyesuaikan dengan perubahan sosial yang terjadi. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial dan perubahan hukum atau sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya.
Cyberlaw mungkin dapat diklasifikasikan sebagai rejim hukum tersendiri, karena memiliki multi aspek; seperti aspek pidana, perdata, internasional, administrasi, dan aspek Hak Kekayaan Intelektual Ruang lingkup yang cukup luas ini membuat cyber law bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.


Contoh Kasus Cyber Crime di Indonesia “Illegal Content”

  • Pornografi
  • Penyebaran Berita yang tidak Benar (HOAX)
  • Pelaku , Peristiwa dan Sangsi Hukum dalam Kasus Ilegal Conten
  • Hukum Cyber Law dalam Kejahatan Cyber Crime Ilegal Content

Dalam melakukan kegiatan cyber crime illegal content, tentu saja memiliki paying hukum, terutama di negara Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik, walaupun belum secara keseluruhan mencakup atau memayungi segala perbuatan atau kegiatan di dunia maya, namun telah cukup untuk dapat menjadi acuan atau patokan dalam melakukan kegiatan cyber crime tersebut.

Beberapa pasal dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik yang berperan dalam E-Commerce adalah sebagai berikut :

1. Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di dalam wilayah hukum Indonesia, maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

2. Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan.

3. Pasal 10

  1. Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan transaksi elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
  2. Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4. Pasal 18
  1. Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak.
  2. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.
  3. Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
  4. Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.
  5. Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
5. Pasal 20
  1. Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui penerima.
  2. Persetujuan atas penawaran transaksi elektronik sebaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
6. Pasal  21
  1. Pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui agen elektronik.
  2. Persetujuan atas penawaran transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut :
    • Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi.
    • Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa.
  1. Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap sistem elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik.
  2. Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan atau/kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.
7. Pasal 22
  1. Penyelenggara agen elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada agen elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara agen elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
8. Pasal 30
  1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan / atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun.
  2. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan / atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik.
  3. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan / atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
9. Pasal 46
  1. Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 600.000.000 (Enam Ratus Juta Rupiah).
  2. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 700.000.000 (Tujuh Ratus Juta Rupiah).
  3. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 800.000.000 (Delapan Ratus Juta Rupiah).
Sumber : https://ndutkugaadaygpunya.wordpress.com/2013/11/08/keamanan-ketat-untuk-seorang-cyber-crime/

Rabu, 04 Oktober 2017

Etika Profesi

Nama : Muhamad ali sadikin
NPM  : 26114898
Kelas  : 4KB05

Soal. 
  1. Jelaskan ciri-ciri seorang profesional di bidang TI ! 
  2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis ancaman (threats) dan modus operasi kejahatan di bidang TIK ! 
  3. Jelaskan apa perbedaan audit “around the computer” dengan “through the computer”! 
  4. Sebutkan dan jelaskan stakeholder IT audit ! 
  5. Sebutkan dan jelaskan metodologi IT Audit !
JAWABAN :
 
1. Ciri-ciri Profesionalisme IT
Ciri-ciri Profesionalime yang harus dimiliki oleh seorang IT adalah sebagai berikut :
  1. Memiliki kemampuan / keterampilan dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan IT.Seorang IT harus mengetahui dan mempraktekkan pengetahuan ITnya ke dalam pekerjaannya.
  2. Punya ilmu dan pengalaman dalam menganalisa suatu software atau Program.
  3. Bekerja di bawah disiplin kerja
  4. Mampu melakukan pendekatan disipliner
  5. Mampu bekerja sama
  6. Cepat tanggap terhadap masalah client.
2. Kejahatan Komputer (Computer Crime)
Kejahatan komputer atau computer crime adalah kejahatan yang ditimbulkan karena penggunaan komputer secara ilegal. Secara umum, kejahatan komputer dibedakan atas 2, antara lain:
  • Kejahatan Komputer yang terjadi secara Internal 
    • Manipulasi transaksi Input dan Output  
    • Modifikasi Hardware dan Software
  • Kejahatan Komputer yang terjadi secara External 
    • Hacker
    • Denial of Service
    • Sniffer
    • Spoofing
    • Virus
    • Cacing (Worm)
    • Bom Logika atau Bom Waktu (Logic bomb or time bomb)
    • Kuda Trojan (Trojan Horse)
    • Phreaker
    • Snatcher (Pencuri)
3. Audit Around Computer dan Through The Computer
 
Audit Around Computer adalah suatu pendekatan audit yang berkaitan dengan komputer, lebih tepatnya pendekatan audit disekitar komputer. dalam pendekatan ini auditor dapat melangkah kepada perumusan pendapatdengan hanya menelaah sturuktur pengendalian dan melaksanakan pengujian transaksi dan prosedur verifikasi saldo perkiraan dengan cara sama seperti pada sistem manual(bukan sistem informasi berbasis komputer).
 
Audit around computer dilakukan pada saat :
  1. Dokumen sumber tersedia dalam bentuk kertas ( bahasa non-mesin), artinya masih kasat mata dan dilihat secara visual.
  2. Dokumen-dokumen disimpan dalam file dengan cara yang mudah ditemukan 
  3. Keluaran dapat diperoleh dari daftar yang terinci dan auditor mudah menelusuri setiap transaksi dari dokumen sumber kepada keluaran dan sebaliknya.
Keunggulan metode Audit around computer Pelaksanaan audit lebih sederhana. Auditor yang memiliki pengetahuan minimal di bidang komputer dapat dilihat dengan mudah untuk melaksanakan audit.
 
Audit Through The Computer adalah Audit yang berbasis komputer dimana dalam pendekatan ini auditor melakukan pemeriksaan langsung terhadap program-program dan file-file komputer pada audit sistem informasi berbasis komputer. Auditor menggunakan komputer (software bantu) atau dengan cek logika atau listing program untuk menguji logika program dalam rangka pengujian pengendalian yang ada dalam komputer.
Pendekatan Audit Through the computer dilakukan dalam kondisi :
  1. Sistem aplikasi komputer memroses input yang cukup besar dan menghasilkan output yang cukup besar pula, sehingga memperuas audit untuk meneliti keabsahannya.
  2. Bagian penting dari struktur pengendalian intern perusahaan terdapat di dalam komputerisasi yang digunakan.
Keunggulan pendekatan Audit Through the computer :
  • Auditor memperoleh kemampuan yang besar dan efketif dalam melakukan pengujian terhadap sistem komputer.
  • Auditor akan merasa lebih yakin terhadap kebenaran hasil kerjanya.
  • Auditor dapat melihat kemampuan sistem komputer tersebut untuk menghadapi perubahan lingkungan.
“Jadi perbedaan nya terletak pada proses atau cara mengaudit nya jika audit through the computer sudah menggunakan bantuan sotfware untuk memeriksa program-program dan file-file komputer yang da di dalam komputer.,.,sedangkat audit around komputer pemeriksaan berdasarkan dokument-dokument yang nyata berbentuk fik nya dan dia tidak perlu menggunakan bantuan software karena dapat di lihat dengan kasat mata”

4. Jenis Stakeholders : 
  1. Orang-orang yang akan dipengaruhi oleh usaha dan dapat mempengaruhi tapi yang tidak terlibat langsung dengan melakukan pekerjaan.
  2. Di sektor swasta, orang-orang yang (atau mungkin) terpengaruh oleh tindakan yang diambil oleh sebuah organisasi atau kelompok. Contohnya adalah orang tua, anak-anak, pelanggan, pemilik, karyawan, rekan, mitra, kontraktor, pemasok, orang-orang yang terkait atau terletak di dekatnya. Setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau yang dipengaruhi oleh pencapaian tujuan kelompok.
  3. Seorang individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dalam sebuah kelompok atau kesuksesan organisasi dalam memberikan hasil yang diharapkan dan dalam menjaga kelangsungan hidup kelompok atau produk organisasi dan / atau jasa. Stakeholder pengaruh program, produk, dan jasa.
  4. Setiap organisasi, badan pemerintah, atau individu yang memiliki saham di atau mungkin dipengaruhi oleh pendekatan yang diberikan kepada regulasi lingkungan, pencegahan polusi, konservasi energi, dll. 
  5. Seorang peserta dalam upaya mobilisasi masyarakat, yang mewakili segmen tertentu dari masyarakat. Anggota dewan sekolah, organisasi lingkungan, pejabat terpilih, kamar dagang perwakilan, anggota dewan penasehat lingkungan, dan pemimpin agama adalah contoh dari stakeholder lokal.
 
5.Metodologi dalam Audit SI/TI.

Secara garis besar, metodologi dalam Audit SI/TI (yang dihasilkan dari proses perencanaan Audit) akan terdiri atas beberapa tahapan antara lain:
  • Analisis kondisi eksisting
Analisis kondisi eksisting yang merupakan aktivitas dalam memahami kondisi saat ini dari perusahaan yang diaudit termasuk hukum dan regulasi yang berpengaruh terhadap operasional proses bisnis.
  • Penentuan tingkat resiko
Penentuan tingkat resiko dengan mengklasifikasikan proses bisnis yang tingkat resikonya tinggi (proses bisnis utama) maupun proses bisnis pendukung. Hasil penentuan tingkat resiko tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan ruang lingkup pelaksanaan audit yang diarahkan kepada proses bisnis yang didukung oleh TI.
  • Pelaksanaan Audit SI/TI
Pelaksanaan Audit SI/TI dengan mengacu kerangka kerja COBIT yang akan didahului dengan proses penentuan ruang lingkup dan tujuan audit (scope dan objective) berdasarkan hasil penentuan tingkat resiko pada tahapan sebelumnya.
  • Penentuan rekomendasi beserta laporan
Penentuan rekomendasi beserta laporan dari hasil audit yang dilakukan.


You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "