Ke-10 proyek itu adalah dua pembangkit listrik, dua proyek jalan tol , tiga proyek air minum, satu terminal feri, satu pelabuhan, dan satu proyek telekomunikasi. Selain itu, juga tengah disiapkan 101 potensi proyek lainnya senilai AS $ 14,7 miliar.
Salah satu poin penting yang menjadi perhatian dalam penyediaan infrastruktur adalah masalah alokasi pembagian risiko. Pemerintah telah berkomitmen untuk memberikan jaminan atas risiko penyediaan infrastruktur. Jaminan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 38 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko atas Penyediaan Infrastruktur.
Komitmen tersebut juga telah dikuantifikasi melalui pembentukan Dana Pembangunan Infrastruktur dan pengalokasian pembiayaan sebesar Rp 2 triliun dalam APBN 2007. Dana ini, di samping untuk alokasi investasi proyek infrastruktur pemerintah, juga akan digunakan untuk pembagian risiko dengan investor swasta.
Namun, mencermati pemberitaan belakangan ini, dimana banyak sekali permintaan jaminan pemerintah oleh para investor atas proyek infrastruktur menyiratkan bahwa risiko proyek infrastruktur tersebut masih tinggi. Di sisi lain, tidak semua risiko dapat dijamin oleh pemerintah karena keterbatasan anggaran.
Jaminan pemerintah atas risiko proyek infrastruktur juga telah diatur dalam Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan lnfrastruktur. Jaminan ini bersifat risk sharing yang hanya diberikan pada proyek kerja sama antara pemerintah dan BUMN, BUMD maupun koperasi.
Risiko yang dijamin oleh pemerintah mencakup risiko politik, risiko kinerja proyek, dan risiko permintaan. Risiko politik terkait antara lain dengan perubahan regulasi yang berdampak merugikan proyek infrastruktur. Risiko kinerja proyek terjadi, misalnya jika harga tanah lebih tinggi dari harga kontrak maka selisihnya akan ditanggung oleh pemerintah dalam persentase yang disepakati. Sedangkan risiko permintaan terjadi jika penerimaan atas pengelolaan infrastruktur lebih rendah dari rencana bisnis.
Risiko infrastruktur yang dijamin pemerintah menurut PMK No. 38/ 2006
Dikaitkan dengan permasalahan infrastruktur, terdapat beberapa risiko yang dapat ditanggung menurut PMK No. 38/2006. Tanah, misalnya, pemerintah akan menanggung sebagian kelebihan harga tanah. Masalahnya, PMK tersebut tidak otomatis bisa menyelesaikan masalah tanah, mengingat ketidakpastian terbesar soal tanah berada pada proses pembebasannya.
Contoh paling mutakhir adalah proyek Jakarta Outer Ring Road yang molor karena terganjal masalah pembebasan tanah. Agar terdapat kepastian masalah tanah, pemerintah perlu membebaskan tanah karena mempunyai perangkat otoritas misalnya melalui pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional. Setelah selesai dibebaskan, investor mengganti biaya pembebasan kepada pemerintah. Pola ini sangat mendukung rencana pembentukan Land Revolving Fund.
Namun, proses pemberian jaminan itu tidak mudah karena harus melalui berbagai tahapan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pada dasarnya proyek infrastruktur tersebut memenuhi empat persyaratan, yaitu proyek tersebut ada secara legal, punya pre-feasibility study, telah melalui konsultasi publik karena berhubungan dengan infrastruktur. Sehingga mereka layak masuk dalam program dukungan. Terakhir, proses lelang terbuka.
Selanjutnya, kata Menkeu, proyek akan disaring di dalam Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI). Komite ini memiliki unit untuk menguji dari sisi teknis, kelayakan proyek dan pengujian legalitas proyek. Setelah itu, Menkeu melalui risk management unit akan melihat sisi risiko apa yang dimintakan.
Implikasi dari jaminan atas risiko adalah negara harus mengalokasikan dana untuk mengcover kemungkinan risiko terjadi, yang dibebankan pada APBN. Pemerintah telah melakukan penjaminan untuk proyek PLN 10.000 MW dan berkonsultasi kepada DPR.
Sri Mulyani menyatakan bahwa bentuk dukungan untuk 10 proyek model akan tergantung pada proyek tersebut. Pasalnya, ada berbagai macam proyek. Untuk dua proyek pembangkit, bentuknya seperti IPP. Saat sudah disetuju, Pemerintah akan lihat, mereka biasanya concern akan kemampuan PLN untuk membeli.
Untuk jalan tol, resiko akan berhubungan dengan tarif, dan mungkin demand. Untuk pelabuhan, lain lagi titik beratnya. Jadi ada berbagai risiko di masing-masing proyek yang membutuhkan evaluasi yang berbeda dan dukungan yang berbeda, kata Sri Mulyani.
Menurut Menkeu, Pemerintah telah menyisihkan Rp 2 triliun untuk 2006 dan Rp 2 triliun pada 2007. Angka ini akan dibagi pada pihak yang termasuk dalam dana garansi, lainnya akan masuk ke dana investasi infrastruktur. Kita tidak berkomitmen harus Rp 2 triliun tiap tahun. Tergantung pada bagaimana kita menerima risiko yang bisa dimaterialisasi dalam tiap tahun fiskal. Ini untuk membuat satu proyek menjadi menarik, kata Sri Mulyani.
Ketua Kamar Dagang Indonesia MS Hidayat menyatakan bahwa 10 model proyek infrastruktur yang ditawarkan sudah memiliki semua regulasi untuksupport letter atau aturan mengenai apa saja yg dibutuhkan untuk menjamin. Bahkan juga termasuk dukungan pemerintah di bidang financing terhadap risiko politik atau risiko yang nantinya harus dipikul oleh pemerintah. Sehingga proyek-proyek tersebut sudah bisa dijual secara detail.
Hidayat menjelaskan bahwa risk sharing merupakan salah satu kebijakan pemerintah membagi risiko dengan investornya. Dengan demikian, bila ada perubahan yang sifatnya politik, Pemerintah bisa mengambil alih risiko itu.Risiko ini tentunya di luar risiko-risiko yang murni bisnis.
Yang penting 10 model ini laku dan seluruh investor merasa puas dengan regulasinya. Model ini mau dipakai untuk yang berikutnya. Dari 101 proyek berikutnya mana yang lebih siap itu yang diajukan, kata MS Hidayat.
Sofjan Wanandi memaparkan bahwa sebelumnya investor mempersoalkan masalah tanah untuk pembangunan tol dan PLN. Selain itu, ada pula masalah tarif dan jaminan pemerintah jika PLN tidak bisa bayar. Sofjan menilai Pemerintah harus ikut turun tangan mengatasi masalah ini, karena proyek infrastruktur adalah tanggung jawab Pemerintah, di negara lain ada jaminan itu.
Saya pikir sebagian jaminan ini sekarang terjawab, karena Pemerintah memberikan sebagian jaminannya, ada letter of comfort, termasuk persoalan tanah juga. Sehingga pemerintah yang membebaskan tanah, bukan swasta lagi. Ini semua menurut saya yang membuat jalannya proyek Infrastructure Summit lalu, kata Sofjan.
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan bahwa untuk monorail sedang dikeluarkan Peraturan Presidennya. Saat ini surat sudah dikirimkan ke Pemerintah. Hal ini untuk landasan hukum agar bisa diberikan garansi oleh Pemerintah, untuk mengantisipasi jika jumlah penumpang kurang dari 160.000 penumpang per hari dalam 5 tahun beroperasi.
Itu kan awal-awalnya masih sulit mereka. Dan itu belum tentu terjadi. Share-nya dengan pemerintah 50:50. Pembangunannya selesai tidak tahu. Kalau berdasarkan administrasinya saya pikir pada 2008 baru jadi, kata Sutiyoso.
Sumber :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15670/pemerintah-menjamin-resiko-proyek-infrastruktur
TANGGAPAN /
KOMENTAR
Menanggapi
kenyataan atau fakta bahwa proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang sampai
saat ini belum semuanya terealisasi,sebagai contoh proyek monorail yang digagas
oleh Gubernur DKI Jakarta "saat itu" Sutioso. menurut saya itu sangat
me-mubazirkan anggaran yang sudah terlanjur dikeluarkan, apalagi danna yang
dikeluarkan tidak sedikit. Terlebih dengan meninggalkan bekas-bekas puing beton
yang menyebar didaerah Jakarta.
Pemerintah mungkin bisa saja sukses
merealisasikan proyek-proyek diatas jika lebih mempersiapkan rencananya
matang-matang, semisal pembentukan timnya, perhitungan yang lebih akurat,
mempertimbangkan semua resikonya matang-matang, dll.
Saya sebagai warga negara indonesia
berdoa agar pemerintah lebih siap untuk kedepannya, terutama lebih siap dalam
mensejahterakan warga-warganya.. Amin
Sekian tanggapan dari saya, tujuan
dibuatnya tulisan ini hanya untuk melengkapi tugas softskill.
Terimakasih